Katamu: "Pidi, bagaimana kalo kau mati trnyata Tuhan tak ada?". Trimksih sdh ngobrol dgn ku, Wei Yi, brsama Bandung, roti cane & sisa mocca di mulutmu. Kataku: "Ya, tinggal aku buang apa yg aku yakini. Lalu bgaimana dg mu, Yi, kalo kau mati trnyata Tuhan ada? Apa kau akan buang kyakinanmu bhw Tuhan itu tak ada?". Kau trtawa, bgitu jg gerimis.
@ALL: He he tidak perlu juga terlalu hati-jati, supaya santai dan menikmati. Tidak ada lagi rasa benci juga kepada siapa pun orangnya, supaya tidak menjadi merasa paling suci.
Berdiskusi untuk saling tukar pikiran bukan untuk saling tukar keyakinan, sekedar menyampaikan mungkin harus, tetapi setelah itu tidak ada pemaksaan, supaya agama menjadi wibawa.
Ada satu hal yang memprihatinkan, manakala justeru agama menjadikan kita terbelenggu, masuk terjebak dalam kotak-kotak, satu sama lain saling memunculkan rasa sentimen, saling merasa paling benar, maka lahirlah perang termasuk perang urat syaraf di dalamnya....
Menutup diri kepada yang bukan segolongan, menjadi tidak adil disebabkan mereka bukan berada di pihak kita, merasa paling dekat kepada Allah bersamaan menjauh dari tetangga, mengatakan hal baik tentang agamanya bersamaan dengan mengatakan hal buruk tentang orang lain. Menangis di haribaan Allah bersamaan dengan membuat orang lain menangis sakit hati atau membiarkan mereka yang miskin menangis kelaparan.
Menjadi arabian seolah-olah paling iya menjadi islam. Sering mengutip ayat suci, seolah-olah iya sudah melaksanakannya. Menggunakan gamis, mungkin bagus, tetapi mari bersama itu gunakan hati nurani untuk bagaimana bersikap yang tidak dilaknat Allah.
Segala puji akan kembali kepada pemiliknya
sambungannya: Katamu, Yi: "Ya selama tidak terjadi sesuatu yang menyebabkan aku berubah, aku tidak percay adanya Tuhan". Cahaya lampu adalah puisi di wajahnya. Kataku: "Bagaimana kau tidak percaya Tuhan padahal tadi kau menyebutnya, Yi?". Bendera di halaman berkibar oleh angin, yaitu angin yang tak bisa kulihat meskipun dia ada. Kau ketawa: "Oh ya ... ha ha". Menjadi percakapan yang lama setelah itu, sampai engkau berkata terimakasih Pidi aku kira aku sedang terbentur sesuatu hari ini memecahkan batu es di kepalaku. Bandung kemudian malam: "Segala puji akan kembali kepada siapa yang memegang ubun-ubunku"
-dari status dan komen di facebook Pidi Baiq-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar